KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
” KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ”
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.
Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat
melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika
apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat
dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat
melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek
perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja,
diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat
kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang
tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak
terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang
diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih
banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja.
Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah
ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja
serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Menurut Mangkunegara, keselamatan
dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil
dan makmur.
2. Menurut Suma’mur (1981: 2),
keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja
yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan
kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan
kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi
mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja
4. Mathis dan Jackson, menyatakan
bahwa keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik
seseorang terhadap cidera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan
kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat
dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
6. Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan
dan keselamatan kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan
psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan
oleh perusahaan.
7. Ditinjau dari sudut keilmuan,
kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
tempat kerja. (Lalu Husni, 2003: 138).
Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya
dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu
usaha dan upaya untuk menciptakan perindungan dan keamanan dari resiko
kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi berbicara mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja tidak melulu membicarakan masalah keamanan fisik dari para
pekerja, tetapi menyangkut berbagai unsur dan pihak.
B. Urgensi Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat
penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan
yang mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang
dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa “setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moril kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan agama”.
Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada beberapa hal
yang diatur antara lain:
a. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,
maupun di udara yang berada dalam wilayah hukum kekuasaan RI. (Pasal 2).
b. Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
Mencegah dan mengurangi peledakan
Memberi pertolongan pada kecelakaan
Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesua
Memelihara kesehatan dan ketertiban
dll (Pasal 3 dan 4).
c. Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja,
“direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini, sedangkan para
pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan
langsung terhadap ditaatinya undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(Pasal 5).
d. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk
Panitia Pembinaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja
sama, saling pengertian dan partisipasi yang efektif dari pengusaha atau
pengurus tenaga kerja untuk melaksanakan tugas bersama dalam rangka keselamatan
dan kesehatan kerja untuk melancarkan produksi. (Pasal 10).
e. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan
pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja di dinas yang terkait.
(Pasal 11 ayat 1).
(Suma’mur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13
Tahun 2003 diatur pula bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Selain diwujudkan dalam bentuk undang-undang, kesehatan dan
keselamatan kerja juga diatur dalam berbagai Peraturan Menteri. Diantaranya
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja. Tujuan pelayanan kesehatan kerja adalah:
a. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam
penyesuaian diri dengan pekerjaanya.
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap
gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental,
dan kemapuan fisik tenaga kerja.
d. Memberikan pengobatan dan perawatan serta
rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979
tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja meliputi: pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan
berkala, pemeriksaan kesehatan khusus. Aturan yang lain diantaranya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1984 tentang Mekanisme Pengawasan
Ketenagakerjaan.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi
perusahaan adalah tujuan dan efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai
apabila semua pihak melakukan pekerjaannya masing-masing dengan tenang dan
tentram, tidak khawatir akan ancaman yang mungkin menimpa mereka. Selain itu
akan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. Setiap kecelakaan
kerja yang terjadi nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua pihak.
Kerugian tersebut diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah
hilangnya jam kerja selama terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau
penggantian mesin dan alat kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban
kecelakaan kerja.
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan
kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja
digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara
keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian
kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan
terlindungi dalam bekerja
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja, maka di setiap tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang
melakukan kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksananya dapat terdiri atas
pimpinan atau pengurus perusahaan secara bersama-sama dengan seluruh tenaga
kerja serta petugas kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja yang
bersangkutan. Petugas tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau
pengurus tempat kerja/perusahaan
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan
kesehatan dan keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang baru, ia
berkewajiban menjelaskan tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat
kerja, semua alat pengaman diri yang harus dipakai saat bekerja, dan cara
melakukan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang telah dipekerjakan,
pengusaha wajib memeriksa kesehatan fisik dan mental secara berkala,
menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda
bahaya di tempat kerja dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi
kepada Depnaker setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan
perusahaan untuk dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja,
menyatakan keberatan bila melakukan pekerjaan yang alat pelindung keselamatan
dan kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi pekerja juga memiliki kewajiban
untuk memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan menaati persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui urgensi
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada
di tempat kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih mudah
terwujud.
C. Kasus Kecelakaan Kerja dan Solusi
1. Kecelakaan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang
disebut dengan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang
berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan
pekerjaan. (Suma’mur, 1981: 5). Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga
semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses aktivitas kerja. (Lalu
Husni, 2003: 142). Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan ini
disebut sebagai bahaya kerja. Bahaya kerja ini bersifat potensial jika
faktor-faktor tersebut belum mendatangkan bahaya. Jika kecelakaan telah
terjadi, maka disebut sebagai bahaya nyata. (Suma’mur, 1981: 5).
Lalu Husni secara lebih jauh mengklasifikasikan ada empat
faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu:
a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya
keterampilan atau pengetahuan tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga
kerja.
b. Faktor material atau peralatannya,
misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi dibuat dengan bahan lain yang
lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.
c. Faktor sumber bahaya, meliputi:
Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap
kerja yang teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.
Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan
kerja yang tidak aman serta pekerjaan yang membahayakan.
d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat,
misalnya kurangnya cahaya, ventilasi, pergantian udara yang tidak lancar dan
suasana yang sumpek.
Dari beberapa faktor tersebut, Suma’mur menyederhanakan
faktor penyebab kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:
a. Tindak perbuatan manusia yang
tidak memenuhi keselamatan (unsafe human act atau human error).
b. Keadaan lingkungan yang tidak
aman. (Suma’mur, 1981: 9).
Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah
penyebab kecelakaan kerja di Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum
dapat menemukan cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan
yang tidak aman tersebut. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya membuat
peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan,
mengubah setting, atau memasangi kembali, memakai peralatan yang tidak aman
atau menggunakannya secara tidak aman, menggunakan prosedur yang tidak aman
saat mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material, berada
pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift dengan
cara yang tidak benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya dan
lain-lain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang
berupa kerugian. Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin,
biaya perawatan dan pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu
kerja, serta menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat non
ekonomis adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka atau cidera
dan cacat fisik.
Suma’mur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari
kecelakan kerja dengan 5K yaitu:
a. Kerusakan
b. Kekacauan organisasi
c. Keluhan dan kesedihan
d. Kelainan dan cacat
e. Kematian
2. Contoh Kasus
Kecelakaan Kerja
Empat Pekerja di Pabrik Gula Tewas, Tersiram Air Panas
Cilacap–Empat pekerja cleaning servis di pabrik
gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu
(29/07/09), tewas setelah tersiram air panas didalam tangki. Satu pekerja
lainnya selamat namun mengalami luka parah. Diduga kecelakaan ini akibat
operator kran tidak tahu masih ada orang di dalam tangki. Pihak perusahaan
terkesan menutup-nutupi insiden ini.
Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha
Sukses yang ada di komplek Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap ini terjadi sekitar
pukul 10.00 WIB. Musibah bermula saat 5 pekerja tengah membersihkan bagian
dalam tangki gula kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba kran yang berada di
atas dan mengarah kedalam tangki mengeluarkan air panas yang diperkirakan
mencapai 400 derajat Celsius. Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya
tewas seketika dengan kondisi mengenaskan karena panasnya uap.
Para korban yang tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri
Kisbianto, Jumono, Puji Sutrisno dan Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi
Purwanto berhasil menyelamatkan diri, namun mengalami luka parah.
Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas tersebut
mengucur ke dalam tangki setelah tombol kran dibuka oleh salah seorang karyawan
pabrik. Diduga operator kran tidak mengetahui jika pekerjaan didalam tangki
tersebut belum selesai.
Hingga saat ini belum diperoleh keterangan resmi terkait
kecelakaan kerja tersebut, karena semua pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha
Sukses berusaha menghindar saat ditemui wartawan. Sementara polisi juga belum
mau memberikan keterangan atas musibah tersebut. (Nanang Anna Nur/Sup).
Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja,
penyebab dasar kecelakaan kerja adalah human error. Dalam hal ini,
kesalahan terletak pada operator kran. Menanggapi kecelakaan yang telah
menewaskan empat orang tersebut, seharusnya sang operator kran bersikap lebih
hati-hati serta teliti yaitu dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula
krsital tersebut telah kosong serta aman dialirkan air ke dalamnya, maka
mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan saat memasuki
tangki seharusnya juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar terhindar dari
bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya
pengawasan manajemen dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada
perusahaan tersebut. Sistem manajemen yang baik seharusnya lebih ketat
pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko yang besar
untuk menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa
dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut
sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak
ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di
sana, maka pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana
apabila di dalam tangki masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah
lampu yang menyala yang mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang
atau benda asing.
Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya
dilakukan investigasi kecelakaan, inspeksi, pencatatan serta pelaporan
kecelakaan kerja. Tujuan dari kegiatan ini tentu untuk meningkatkan manajemen
dari kesehatan, keamanan serta keselamatan pada perusahaan tersebut, menentukan
tindakan pencegahan yang tepat serta menurunkan faktor risiko pada kecelakaan
tersebut. Namun, sayangnya sikap dari pihak perusahaan yang menutup-nutupi
kejadian kecelakaan kerja tersebut dapat menghambat berjalannya investigasi
tersebut. Perusahaan tidak akan dapat mengambil pelajaran melalui kecelakaan
ini. Ini berarti kecelakaan semacam ini masih memiliki kemungkinan yang cukup
besar untuk kembali terjadi, baik pada perusahaan yang sama maupun pada
perusahaan sejenisnya.
3. Solusi Mengatasi
Kecelakaan Kerja
Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah atau
mengurangi resiko dari adanya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah pengusaha
membentuk Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk menyusun
program keselamatan kerja. Beberapa hal yang menjadi ruang lingkup tugas
panitia tersebut adalah masalah kendali tata ruang kerja, pakaian kerja, alat
pelindung diri dan lingkungan kerja.
a. Tata ruang kerja yang baik adalah
tata ruang kerja yang dapat mencegah timbulnya gangguan keamanan dan
keselamatan kerja bagi semua orang di dalamnya. Barang-barang dalam ruang kerja
harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dihindarkan dari gangguan yang
ditimbulkan oleh orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Jalan-jalan
yang dipergunakan untuk lalu lalang juga harus diberi tanda, misalnya dengan
garis putih atau kuning dan tidak boleh dipergunakan untuk meletakkan
barang-barang yang tidak pada tempatnya.
Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar harus
ditempatkan di tempat yang tidak beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang
bersangkutan mengeluarkan sisa produksi berupa uap, maka faktor penglihatan dan
sirkulasi udara di ruang kerja juga harus diperhatikan.
b. Pakaian kerja sebaiknya tidak
terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar. Pakaian yang terlalu longgar
dapat mengganggu pekerja melakukan penyesuaian diri dengan mesin atau
lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang terlalu sempit juga akan sangat
membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu dan hak yang terlalu tinggi juga akan
beresiko menimbulkan kecelakaan. Memakai cincin di dekat mesin yang bermagnet
juga sebaiknya dihindari.
c. Alat pelindung diri dapat berupa
kaca mata, masker, sepatu atau sarung tangan. Alat pelindung diri ini
sangat penting untuk menghindari atau mengurangi resiko kecelakaan kerja. Tapi
sayangnya, para pekerja terkadang enggan memakai alat pelindung diri karena
terkesan merepotkan atau justru mengganggu aktivitas kerja. Dapat juga karena
perusahaan memang tidak menyediakan alat pelindung diri tersebut.
d. Lingkungan kerja meliputi faktor udara,
suara, cahaya dan warna. Udara yang baik dalam suatu ruangan kerja juga akan
berpengaruh pada aktivitas kerja. Kadar udara tidak boleh terlalu banyak
mengandung CO2, ventilasi dan AC juga harus diperhatikan termasuk sirkulasi
pegawai dan banyaknya pegawai dalam suatu ruang kerja. Untuk mesin-mesin yang
menimbulkan kebisingan, tempatkan di ruangan yang dilengkapi dengan peredam
suara. Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna ruang kerja
disesuaikan dengan macam dan sifat pekerjaan. (Slamet Saksono, 1988:
104-111).
Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas,
ada beberapa alternatif pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan
tersebut dapat berupa:
a. Dibuatnya peraturan yang
mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki standarisasi yang berkaitan
dengan keselamatan karyawan, perencanaan, konstruksi, alat-alat pelindung diri,
monitoring perlatan dan sebagainya.
b. Adanya pengawas yang dapat
melakukan pengawasan agar peraturan perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan
dan keselamatan kerja dapat dipatuhi.
c. Dilakukan penelitian yang
bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, pencegahan
peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah tanda-tanda peringatan
beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan letakkan di tempat yang
aman.
d. Dilakukan penelitian psikologis
tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan serta
pemberian diklat tentang kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan.
e. Mengikutsertakan semua pihak
yang berada dalam perusahaaan ke dalam asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan
Ruswandi. 2007: 14).
D. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak dapat kita
pungkiri begitu banyak perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di Indonesia.
Mulai dari perusahaan kelas ringan sampai kelas berat ada. Sebagai perusahaan
yang telah mempekerjakan orang-orang di dalamnya, perusahaan diwajibkan untuk
memberi perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja kepada setiap
pihak di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian
terhadap permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam
produk perundang-undangan dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan
untuk melindungi hak-hak pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian juga telah memiliki standar
keamanan dan kesehatan kerja.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan
tentang pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja.
Undang-Undang tersebut berawal dari UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan
kerja. UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut menjelaskan pentingnya keselamatan kerja
baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara
di wilayah Republik Indonesia. Implementasinya diberlakukan di tempat kerja yang
menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya),
pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai sektor
pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya. Undang-undang
tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk
tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Menurut Permenaker PER.05 / MEN / 1996 Bab I, salah satu
upaya dalam mengimplementasikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah SMK3
(Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian
dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 merupakan upaya integratif
yang harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga
para pekerja yang terlibat langsung dengan pekerjaan.
Perundang-undangan yang dihasilkan tentu saja harus selalu
diawasi dalam proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut diharapkan
bisa menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya menghasilkan angka zero accident yang memang merupakan tujuan dilaksanakannya
SMK3. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil
pengawasan, sumber daya manusia yang masih kurang memilki pengetahuan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja serta perusahaan-perusahaan yang ternyata
memang belum memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja.
Beberapa program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya
mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya adalah :
1. Kebijakan, Hukum, dan
Peraturan
a. Undang-undang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif,
sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat
dalam Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi
semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan
primer.
Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan
ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa
kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi
kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan
supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan
program perlindungan tenaga kerja.
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang
telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang
sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko tinggi.
Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap
perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses
atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan
kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja
diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.
Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah,
diperlukan untuk mengukur praktik sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat
sertifikat sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi
sekurang-kurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.
c. Panitia Pembina K3 (P2K3)
Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan
Panitia Pembina K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan
ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua
perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai
komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun,
pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan
yang belum membentuk komite K3, dan kalau pun sudah, komite tersebut sering
kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK.
Undang-undang tersebut mengatur jaminan yang berkaitan dengan :
(i) kecelakaan
kerja [JKK],
(ii) hari
tua [JHT],
(iii) kematian
[JK], dan
(iv) perawatan
kesehatan [JPK].
Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha
yang mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah bulanan sebesar1
juta rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas
manfaat/ jaminan yang meliputi (i) biaya transportasi, (ii) biaya pemeriksaan
dan perawatan medis, dan/ atau perawatan di rumah sakit, (iii) biaya
rehabilitasi, dan (iv) pembayaran tunai untuk santunan cacat atau santunan
kematian.
e. Konvensi-konvensi ILO yang
berkaitan dengan K3
Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi
Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/
1964 tentang Higiene (Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000,
Indonesia sudah meratifikasi seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi
Manusia yang semuanya berjumlah delapan.
Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris
dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian,
Konvensi ILO yang terbaru, yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan
Rekomendasinya, dianggap merupakan perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi
secara luas Indonesia dipandang tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini
karena rendahnya tingkat kesadaran K3 di antara pekerja pertanian. Tingkat
pendidikan umum pekerja pertanian di Indonesia juga rendah, rata-rata hanya 3
sampai 4 tahun di sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16)
2. Penegakan Hukum
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum
terkait K3 kemudian membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :
a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di
DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/
inspeksi keselamatan kerja telah didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk
pengawasan tersebut telah dialihkan ke pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di
Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar 1,400
pengawas dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional. Sekitar
400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk melakukan pengawasan K3
di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).
b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen
Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat
Kesehatan Kerja di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini
dibagi menjadi (i) Seksi Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan
Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit Administrasi.
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan
Kerja untuk melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam
mencapai Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan Departemen
Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong
pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata
dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c. Dewan Tripartit National
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada
tahun 1982 sebagai badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat
kepada Pemerintah di tingkat nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua
instansi pemerintah yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja
dan organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa data K3 di
tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS dalam membimbing dan
mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan penelitian, dan
menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan. Selama periode
1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan sekurangkurangnya 27 lokakarya dan
seminar mengenai berbagai subyek di sektor-sektor industri terkait. DK3N juga
telah menerbitkan sejumlah buku dan majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan
realita yang berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang
belum bisa berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari
berbagai pihak baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya dalam
melaksanakan K3.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya
untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya
baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat
dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan
dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur
yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai
peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan
keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan
dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya
nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi
semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri,
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan
dan produktivitas nasional.
Tugas Kelompok
Mendeskripsikan materi kesehatan, keselamatan kerja (K3)
Nama kelompok :
1. Aldian Palawa (05)
2. Alvian Prabowo (06)
3. Fefa Bianca B. (09)
4. M. Farhan Muzakki (23)
Kelas : X Soft Engine 1
SMK NEGERI 1 CIBINONG
KABUPATEN BOGOR
TAHUN AJARAN
2012 - 2013